Perubahan Sebagai Keniscayaan
Ngainun Naim
Tidak
ada yang
tetap di dunia ini. Semuanya pasti mengalami perubahan. Persoalannya, tidak
setiap orang atau komunitas siap untuk menghadapinya.
Secara
umum ada tiga respon masyarakat dalam menghadapi perubahan. Pertama, menerima
setiap perubahan. Apa pun bentuk perubahannya diikuti sepenuhnya. Respon ini
membawa implikasi negatif berupa sikap anomie, yaitu ketidakjelasan
nilai yang dianut oleh masyarakat. Nilai lama mulai surut, sedangkan nilai baru
sedang berproses mencari bentuk.
Kedua,
menolak
setiap bentuk perubahan karena dinilai merusak kehidupan. Respon ini
memunculkan sikap reaktif dan radikal.
Ketiga,
selektif.
Perubahan merupakan realitas yang tidak mungkin untuk dihindari. Ia harus
diterima, namun dengan sikap kritis. Dimensi yang positif diadaptasi, sementara
dimensi negatif ditinggalkan (M. Ridwan Lubis, Agama dan Perdamaian:
Landasan, Tujuan, dan Realitas Kehidupan, (Jakarta: Gramedia, 2017, 21).
Akademisi
yang hari-harinya bergelut dengan ilmu pengetahuan semestinya memilah, memilih,
dan menanggapi perubahan dengan memilih respon ketiga. Memang tidak selalu
mudah dalam melakukannya. Namun demikian, di antara ketiga respon, jenis respon
ketiga yang paling rasional dan bernilai positif.
Integrasi
Islam dan sains yang mulai diperbincangkan di akhir tahun 1990-an bisa ditinjau
dari perspektif perubahan ini. Ada yang menerima, menolak, dan ada yang
selektif meresponnya.
Tidak
ada perubahan yang diterima secara bulat oleh masyarakat. Selalu saja ada yang
menerima, menolak, dan menanggapi secara kritis.
Demikian
dengan wacana integrasi Islam dan sains. Perjalanan yang dinamis dari wacana
ini memberikan bukti empiris pada perkembangan dimensi keilmuan dan juga
keilmuan. Transformasi kelembagaan beberapa IAIN menjadi UIN merupakan dimensi
penting yang tidak bisa diabaikan dari wacana ini. Hal ini bermakna bahwa telah
terjadi pergeseran—paradigma, perspektif, pemikiran—menuju ke arah yang lebih
baik.
Tentu
saja fenomena kontemporer dalam wacana ini masih akan terus berkembang secara
dinamis. Aneka tantangan juga harus dihadapi dan sifatnya juga semakin
kompleks.
Salah
satu yang menjadi tantangan adalah bagaimana sistem pendidikan yang dikembangkan
mampu melahirkan lulusan yang berkualitas. Di tengah gempuran perkembangan
teknologi—salah satunya perkembangan Artificial Intelligence—yang sedemikian
pesat, insan akademis harus terus merawat spirit keilmuan.
Tradisi
membaca dan menulis harus terus dikembangkan. Sikap kritis juga perlu terus
dikembangkan. Tentang bagaimana nanti hasilnya, sejarah yang akan memberikan
jawabaannya.
Tulungagung,
13 Juni 2025
Betul sekali prof. Semua yang ada di dunia ini tidak ada yang tetap. Pasti akan berubah. Hanya perubahan itu sendiri yang tidak berubah.ðŸ¤
BalasHapusBetul Mas. Terima kasih berkenan berkunjung dan meninggalkan komentar.
HapusTetap enak dibaca dan mudah dicerna
BalasHapusTerima kasih.
Hapus