Perubahan Sebagai Keniscayaan

Juni 13, 2025

Salah satu buku tentang Integrasi Ilmu

Ngainun Naim

 

Tidak ada yang tetap di dunia ini. Semuanya pasti mengalami perubahan. Persoalannya, tidak setiap orang atau komunitas siap untuk menghadapinya.

Secara umum ada tiga respon masyarakat dalam menghadapi perubahan. Pertama, menerima setiap perubahan. Apa pun bentuk perubahannya diikuti sepenuhnya. Respon ini membawa implikasi negatif berupa sikap anomie, yaitu ketidakjelasan nilai yang dianut oleh masyarakat. Nilai lama mulai surut, sedangkan nilai baru sedang berproses mencari bentuk.

Kedua, menolak setiap bentuk perubahan karena dinilai merusak kehidupan. Respon ini memunculkan sikap reaktif dan radikal.

Ketiga, selektif. Perubahan merupakan realitas yang tidak mungkin untuk dihindari. Ia harus diterima, namun dengan sikap kritis. Dimensi yang positif diadaptasi, sementara dimensi negatif ditinggalkan (M. Ridwan Lubis, Agama dan Perdamaian: Landasan, Tujuan, dan Realitas Kehidupan, (Jakarta: Gramedia, 2017, 21).

Akademisi yang hari-harinya bergelut dengan ilmu pengetahuan semestinya memilah, memilih, dan menanggapi perubahan dengan memilih respon ketiga. Memang tidak selalu mudah dalam melakukannya. Namun demikian, di antara ketiga respon, jenis respon ketiga yang paling rasional dan bernilai positif.

Integrasi Islam dan sains yang mulai diperbincangkan di akhir tahun 1990-an bisa ditinjau dari perspektif perubahan ini. Ada yang menerima, menolak, dan ada yang selektif meresponnya.

Tidak ada perubahan yang diterima secara bulat oleh masyarakat. Selalu saja ada yang menerima, menolak, dan menanggapi secara kritis.

Demikian dengan wacana integrasi Islam dan sains. Perjalanan yang dinamis dari wacana ini memberikan bukti empiris pada perkembangan dimensi keilmuan dan juga keilmuan. Transformasi kelembagaan beberapa IAIN menjadi UIN merupakan dimensi penting yang tidak bisa diabaikan dari wacana ini. Hal ini bermakna bahwa telah terjadi pergeseran—paradigma, perspektif, pemikiran—menuju ke arah yang lebih baik.

Tentu saja fenomena kontemporer dalam wacana ini masih akan terus berkembang secara dinamis. Aneka tantangan juga harus dihadapi dan sifatnya juga semakin kompleks.

Salah satu yang menjadi tantangan adalah bagaimana sistem pendidikan yang dikembangkan mampu melahirkan lulusan yang berkualitas. Di tengah gempuran perkembangan teknologi—salah satunya perkembangan Artificial Intelligence—yang sedemikian pesat, insan akademis harus terus merawat spirit keilmuan.

Tradisi membaca dan menulis harus terus dikembangkan. Sikap kritis juga perlu terus dikembangkan. Tentang bagaimana nanti hasilnya, sejarah yang akan memberikan jawabaannya.

Tulungagung, 13 Juni 2025

4 komentar:

  1. Betul sekali prof. Semua yang ada di dunia ini tidak ada yang tetap. Pasti akan berubah. Hanya perubahan itu sendiri yang tidak berubah.🤭

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mas. Terima kasih berkenan berkunjung dan meninggalkan komentar.

      Hapus
  2. Tetap enak dibaca dan mudah dicerna

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.