Dosen, AI, dan Etika
Ngainun Naim
Menulis itu merupakan kewajiban bagi dosen. Sebagai kewajiban,
ia harus dilaksanakan. Pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat
sebagai kewajiban sepanjang karir sebagai dosen mengharuskan adanya aktivitas menulis.
Meskipun sebagai kewajiban, ternyata menulis bukan hal
yang mudah dilakukan. Tidak semua dosen menjadikan menulis sebagai
keterampilan. Tentu tidak mudah memetakan persoalan dan mengurainya.
Salah satu penopang tradisi menulis adalah tradisi
membaca. Tanpa membaca, tidak ada yang bisa ditulis. Tanpa membaca, kecil
kemungkinan bisa menautkan satu demi satu gagasan. Imajinasi kreatif tidak bisa
tumbuh dan berkembang pesat.
Di tengah situasi yang semacam ini, muncul Artificial
Intelligent [AI]. Kemunculannya mengejutkan. Banyak yang merasa tertolong dan
memanfaatkan AI untuk berbagai kepentingan. Salah satunya adalah memanfaatkan
AI untuk kepentingan penulisan.
Meskipun demikian, persoalan mulai muncul. Banyak yang memanfaatkan
AI secara total tanpa mempertimbangkan aspek etis. Hal ini ditunjang oleh berbagai
iklan di media massa yang menjanjikan bisa menulis artikel jurnal dalam
hitungan hari. Buku pun bisa dibuat hanya dalam hitungan hari.
Sungguh kampanye yang banyak banyak menarik minat. Terbukti
banyak sekali artikel jurnal, buku, dan aneka karya tulis yang sesungguhnya
bukan merupakan produk manusia tetapi karya AI. Di sinilah etika seharusnya menjalankan
peranan penting.
AI merupakan realitas yang harus dipahami secara bijak. Ia
harus dikuasai secara baik. Bagaimana pun, dosen yang menguasai AI akan bisa
mengalahkan dosen yang tidak menguasai AI. Namun demikian penguasaan saja
tidak cukup. Perlu panduan etika yang kokoh. Juga keteguhan intelektual.
Kemampuan menulis itu anugerah Allah yang harus
disyukuri. Caranya dengan rajin membaca dan praktik menulis.
Tulungagung, 8-12-2025

Tidak ada komentar: