Buku dan Keberkahan

Juni 11, 2025



Ngainun Naim

 

Bisa menulis dan menerbitkan buku merupakan hal yang dulu tidak ada dalam bayangan. Bisa memiliki buku saja sudah merupakan barang mewah. Untuk memiliki buku sangat tidak mudah. Kecil kemungkinannya bagi saya yang anak desa dengan lingkungan yang jauh dari dunia ilmiah bisa menghasilkan tulisan untuk kemudian menjadi buku yang bisa diterbitkan.

Saya beruntung memiliki minat membaca sejak kecil. Bapak saya seorang guru yang setiap bulan mendapatkan majalah. Di majalah inilah perlahan minat membaca saya mulai tumbuh.

Minat menulis itu tumbuh seiring dengan kesukaan membaca. Jika meminjam bahasa novelis Aveus Har, menulis itu merupakan konsekuensi dari kebiasaan membaca. Karena sering membaca maka saya ingin menulis.

Ada banyak ide, pemikiran, dan gagasan yang muncul setelah aktif membaca. Sayang jika hanya dibiarkan hilang begitu saja. Lalu saya mencoba untuk menuliskannya.

Dalam praktiknya, sungguh tidak mudah untuk memulai menulis. Bisa saya katakan sangat sulit. Saya belajar dengan penuh kesulitan.

Tidak ada pendidikan formal yang saya jalani dalam menulis. Tidak ada mentor khusus. Adanya hanyalah mencoba dan terus mencoba dalam menulis.

Dulu ketika belajar menulis, proses menghasilkan satu artikel semacam ini saja bisa berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan sungguh tidak mudah dan penuh perjuangan.

Namun saya tidak patah arang. Meskipun, jujur saja, kadang malas menyapa. Kadang putus asa saat kesulitan menghampiri.

Namun entah energi dari mana, saya kembali bersemangat dan kembali menulis. Begitu yang saya lakukan sampai kemudian menulis menjadi kebiasaan.

Apakah sekarang menulis selalu mudah? Tentu tidak. Menulis kadang juga mengalami kesulitan. Kadang juga prosesnya lama dan melelahkan, khususnya menulis artikel ilmiah atau buku. Namun sepanjang dikerjakan dengan penuh semangat, hambatan dan tantangan itu akan terselesaikan dengan sendirinya.

Tahun 1996 artikel pertama saya dimuat di media massa. Sejak saat itu saya terus bersemangat untuk menulis. Beberapa jenis tulisan yang saya buat adalah artikel, resensi buku, dan cerita pendek.

Seiring perjalanan waktu, saya ingin menulis buku. Namun saya tidak tahu caranya. Kuliah di Yogyakarta tahun 2007 menjadi pintu awal untuk menulis. Sejak saat itu satu demi satu buku saya terbit.

Bagi saya, menulis itu memberikan keberkahan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa berkah berarti karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia. Ada beberapa kata kunci dari pengertian ini. Pertama, karunia yang biasanya dipahami sebagai pemberian dari Allah. Menurut saya, pemberian ini bisa berupa kemampuan, bisa berupa potensi.

Dulu saya belajar menulis itu karena semata ingin bisa menulis. Seiring perjalanan waktu, saya menemukan bahwa bisa menulis itu bukan semata-mata sebagai keterampilan. Bisa menulis adalah pemberian Allah yang harus terus dirawat. Caranya dengan menulis dan menulis.

Sungguh disayangkan jika Allah memberikan anugerah bisa menulis tetapi tidak dimanfaatkan. Jadi, bagi saya, menulis itu karunia dari Allah yang harus disyukuri. Caranya dengan menulis dan terus menulis sepanjang masih diberikan kemampuan.

Saya menulis apa saja yang saya ingin tulis. Buku ilmiah, buku popular, artikel jurnal, dan aneka jenis tulisan lainnya saya buat. Ini merupakan aktualisasi dari rasa syukur bisa menulis.

Dulu saya menulis, termasuk menulis buku, karena motif-motif pragmatis. Misalnya karena mengejar honor. Memang saya mendapatkan banyak honor dari menulis buku. Tentu saya sangat bersyukur.

Saya juga menulis—buku atau artikel jurnal—karena tujuan kenaikan pangkat. Saya sungguh bersyukur karena anugerah bisa menulis, urusan kepangkatan cukup lancar. Dibandingkan dengan kawan-kawan seangkatan, saya cukup lancar untuk urusan kepangkatan.

Kini, orientasi pragmatis bukan lagi prioritas. Saya tentu senang mendapatkan honor. Namun dunia kepenulisan dan perbukuan sekarang ini berbeda dengan tahun 2000-an yang cukup menjanjikan. Saya kini membangun orientasi menulis sebagai upaya untuk memperpanjang ingatan.

Mungkin ini terlalu idealis. Mungkin juga praktiknya tidak seidealis yang saya tulis ini. Namun apa pun yang orang katakan, saya akan tetap menulis. Semoga.

 

Tulungagung, 31 Januari 2025 

2 komentar:

  1. Luar biasa semangat dan prestasi Bapak dalam bidang kepenulisan ini.
    Salut saya dengan buku-buku yang telah terbitkan. Diluar itu Bapak masih rajin juga nulis untuk blog.

    Salam hangat dari saya di Sukabumi,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih banyak Abah Titik Asa. Salam sehat selalu.

      Hapus

Diberdayakan oleh Blogger.