Tamasya dan Tafakur

Oktober 28, 2025



Oleh: Ngainun Naim

 

Liburan di tempat wisata pada musim liburan identik dengan kemacetan. Tidak jarang bayangan indah liburan menjadi rusak oleh sesaknya perjalanan. Juga oleh suasana tempat wisata yang penuh sesak pengunjung.

Umumnya tempat-tempat wisata dimaknai sebagai tempat untuk bersenang-senang. Tempat untuk menjalani rehat setelah lelah beraktivitas dalam jangka waktu tertentu.

Jika tidak didudukkan secara objektif dan baik, tamasya bukan melepas penat tetapi bisa menjadi tambahan stres. Ini karena apa yang ada dalam bayangan tidak sejalan dengan realitas.

Ada pemikiran menarik dari Muhammad In’am Esha dalam buku Menuju Pemikiran Filsafat (2010: 68-70) yang menjelaskan bahwa tamasya itu dilakukan ke tempat-tempat yang indah dan mengagumkan dalam rangka merasakan keagungan Allah. Dalam bertamasya tidak jarang kita berpikir tentang beragam hal yang kita lihat. Semestinya dalam tamasya ada perasaan kagum yang mendorong kita untuk berpikir secara filosofis.

Sebagian dari kita jarang memberikan ruang untuk merenungkan apa-apa yang kita lakukan dalam kehidupan. Padahal ruang untuk merenung itu sangat penting. Ia bisa menjadi cermin atas apa yang kita lakukan. Ia juga bisa menjadi kompas atas perjalanan yang akan kita tempuh.

Tamasya, misalnya, semestinya sudah dinikmati sejak awal merencanakan sampai selesainya perjalanan. Segalanya dinikmati dan dihayati. Ini penting agar kalau ada hal yang tidak sesuai ekspektasi, kita tidak naik tensi.

Jika tidak disediakan ruang untuk merenung, tujuan tamasya untuk menyegarkan pikiran tidak akan tercapai. Justru stress yang datang menghampiri.

 

 

Trenggalek, 28 Oktober 2025

1 komentar:

  1. Hadir Prof. ...
    Nenadong Tambah Ipon Dugo Pangestu, Mugio Kawulo Pikantok Ilmu Ingkang Barokah Manfa'at...

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.