Berangkat Kebut-kebutan, Pulang Berlarian, Mau Lega Dompet Ketinggalan
Ngainun Naim
Perjalanan ke Banda Aceh untuk keperluan penelitian pada
29-31 Mei 2025 lalu sungguh mengesankan dan sulit dilupakan. Ada banyak
pengalaman, kisah, dan hal-hal lain yang tidak mudah untuk dilupakan.
Saya berangkat bersama Dr. Rizqa Ahmadi dan Ginanjar
Akhmad Syamsudin, M.Pd. Mereka berdua adalah anggota tim peneliti.
Pertama, kami berangkat kebut-kebutan. Bukan karena saya suka
ngebut. Sama sekali bukan. Saya ini pengikut Kiai M. Faizi dalam bukunya, Tirakat
Jalanan (2025). Aspek yang diutamakan dalam perjalanan itu keselamatan, baru
kecepatan. Bukan sebaliknya.
Namun ketika kondisi memaksa, ngebut menjadi hal yang
tidak bisa dihindarkan. Ada yang lebih penting, bukan saya sopirnya. Saya
sendiri sangat jarang ngebut, kecuali terpaksa.
Ngebut terpaksa dilakukan karena jadwal keberangkatan penerbangan
yang dimajukan dua jam. Bayangkan, dua jam. Bagi mereka yang rumahnya dekat Bandara
Juanda tentu bukan persoalan. Tapi bagi kami yang paling cepat tiga jam untuk
sampai ke Bandara Juanda, tentu membutuhkan perjuangan tersendiri.
Sambil guyon saya bilang ke driver, “Tidak usah terburu-buru
Mas. Yang penting segera sampai”.
Kami pun tergelak bersama meski cemas tetap membersamai.
Perjuangan yang tidak sia-sia. Meskipun jadwal dimajukan,
kami masih bisa mengejarnya.
Kedua, pulang berlarian. Jadwal pesawat Batik Air rupanya konsisten
maju dari jadwal. Ini setidaknya kesimpulan saya selama menggunakan Batik Air.
Kegiatan di Banda Aceh telah usai. Tanggal 31 Mei 2025
kami pulang. Berbeda dengan saat berangkat, saat pulang ini maskapainya
berbeda. Dari Banda Aceh ke Jakarta naik Pelita Air. Dari Jakarta menuju
Surabaya naik Batik Air.
Jadwal Pelita Air ke Jakarta aman. Kami terbang sesuai
jadwal. Landing di Jakarta pukul 17.30 sesuai jadwal.
Nah, Batik Air yang awalnya dijadwalkan terbang pukul
20.00 ternyata maju menjadi pukul 19.00. Padahal tempat landing Pelita
Air ada di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta. Sedangkan tempat keberangkatan
Batik Air adalah di Terminal 2.
Ini benar-benar menjadi pengalaman berkesan karena harus berlarian
mengejar penerbangan. Bagi yang pernah mengunjungi Terminal 3 Soekarno Hatta
Jakarta pasti tahu bahwa begitu landing, harus jalan yang lumayan jauh.
Mungkin sekitar 1 kilometer.
Kami segera berlarian menuju stasiun Kereta Layang atau
Kalayang. Begitu sampai, kami harus menunggu sekitar 15 menit. Begitu Kalayang
datang, kami segera masuk. Kereta pun segera melaju menuju Terminal 2.
Sekali lagi kami berlarian menuju Pintu D5. Cukup
terengah namun harus dilakukan. Begitu sampai lokasi, pesawat ternyata delay
sekitar 30 menit. Alhamdulillah.
Perjalanan Jakarta menuju Surabaya cukup lancar. Rasanya
lega sekali. Saya pun tertidur cukup nyenyak dan baru bangun menjelang landing.
Tampaknya pesawat yang kami naiki merupakan pesawat yang
terakhir. Begitu masuk Bandara Juanda, beberapa gerai mulai tutup. Saya segera
menuju toilet lalu bergegas keluar menuju mobil yang menjemput.
Mas Huda yang menjemput sudah siap. Beliau tinggal
mengambil mobil dari tempat parkir menuju lokasi kami berdiri. Tidak seberapa
lama, mobil datang.
Kami pun segera naik mobil. Sepanjang perjalanan kami berkisah
tentang perjuangan berkejaran pesawat sejak berangkat sampai pulang.
Mobil pulang lewat Flyover Djuanda. Bundaran Aloha Sidoarjo dulunya
sarang kemacetan. Semenjak ada flyover ini, kemacetan lumayan teratasi.
Begitu turun flyover, saya merasa ada yang janggal. Saya
melongok ke belakang. Tas saya saya buka. Benar, ada yang tertinggal. Tas kecil
yang biasanya saya pegang berisi handphone dan uang tertinggal. Ya, berarti
tertinggal di toilet sebelum keluar bandara.
Tidak ada pilihan. Mobil pun putar balik. Berbagai
kemungkinan saya pikirkan dan diskusikan, termasuk bagaimana memblokir nomor
handphone seandainya dompet diambil oleh orang yang tidak bertanggungjawab.
Begitu sampai bandara, suasana sudah gelap. Semua gerai
tutup. Saya bertanya pada satpam yang terlihat masih berjaga. Dialog singkat
menyebutkan bahwa tas saya memang tertinggal di toilet.
Saya pun masuk ke posko. Setelah berbagai pertanyaan dan
cek kebenaran barang, maka barang pun diberikan. Serah terima secara
administratif pun dilakukan.
Sungguh pengalaman yang sangat berkesan.
Tulungagung, 16 Juli 2025
Tidak ada komentar: