Berangkat Kebut-kebutan, Pulang Berlarian, Mau Lega Dompet Ketinggalan

Juli 20, 2025

Ngainun Naim

 

Perjalanan ke Banda Aceh untuk keperluan penelitian pada 29-31 Mei 2025 lalu sungguh mengesankan dan sulit dilupakan. Ada banyak pengalaman, kisah, dan hal-hal lain yang tidak mudah untuk dilupakan.

Saya berangkat bersama Dr. Rizqa Ahmadi dan Ginanjar Akhmad Syamsudin, M.Pd. Mereka berdua adalah anggota tim peneliti.

Pertama, kami berangkat kebut-kebutan. Bukan karena saya suka ngebut. Sama sekali bukan. Saya ini pengikut Kiai M. Faizi dalam bukunya, Tirakat Jalanan (2025). Aspek yang diutamakan dalam perjalanan itu keselamatan, baru kecepatan. Bukan sebaliknya.

Namun ketika kondisi memaksa, ngebut menjadi hal yang tidak bisa dihindarkan. Ada yang lebih penting, bukan saya sopirnya. Saya sendiri sangat jarang ngebut, kecuali terpaksa.

Ngebut terpaksa dilakukan karena jadwal keberangkatan penerbangan yang dimajukan dua jam. Bayangkan, dua jam. Bagi mereka yang rumahnya dekat Bandara Juanda tentu bukan persoalan. Tapi bagi kami yang paling cepat tiga jam untuk sampai ke Bandara Juanda, tentu membutuhkan perjuangan tersendiri.

Sambil guyon saya bilang ke driver, “Tidak usah terburu-buru Mas. Yang penting segera sampai”.

Kami pun tergelak bersama meski cemas tetap membersamai.

Perjuangan yang tidak sia-sia. Meskipun jadwal dimajukan, kami masih bisa mengejarnya.

Acara berlangsung lancar


Kedua, pulang berlarian. Jadwal pesawat Batik Air rupanya konsisten maju dari jadwal. Ini setidaknya kesimpulan saya selama menggunakan Batik Air.

Kegiatan di Banda Aceh telah usai. Tanggal 31 Mei 2025 kami pulang. Berbeda dengan saat berangkat, saat pulang ini maskapainya berbeda. Dari Banda Aceh ke Jakarta naik Pelita Air. Dari Jakarta menuju Surabaya naik Batik Air.

Jadwal Pelita Air ke Jakarta aman. Kami terbang sesuai jadwal. Landing di Jakarta pukul 17.30 sesuai jadwal.

Nah, Batik Air yang awalnya dijadwalkan terbang pukul 20.00 ternyata maju menjadi pukul 19.00. Padahal tempat landing Pelita Air ada di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta. Sedangkan tempat keberangkatan Batik Air adalah di Terminal 2.

Ini benar-benar menjadi pengalaman berkesan karena harus berlarian mengejar penerbangan. Bagi yang pernah mengunjungi Terminal 3 Soekarno Hatta Jakarta pasti tahu bahwa begitu landing, harus jalan yang lumayan jauh. Mungkin sekitar 1 kilometer.

Kami segera berlarian menuju stasiun Kereta Layang atau Kalayang. Begitu sampai, kami harus menunggu sekitar 15 menit. Begitu Kalayang datang, kami segera masuk. Kereta pun segera melaju menuju Terminal 2.

Sekali lagi kami berlarian menuju Pintu D5. Cukup terengah namun harus dilakukan. Begitu sampai lokasi, pesawat ternyata delay sekitar 30 menit. Alhamdulillah.

Perjalanan Jakarta menuju Surabaya cukup lancar. Rasanya lega sekali. Saya pun tertidur cukup nyenyak dan baru bangun menjelang landing.

Foto bersama


Tampaknya pesawat yang kami naiki merupakan pesawat yang terakhir. Begitu masuk Bandara Juanda, beberapa gerai mulai tutup. Saya segera menuju toilet lalu bergegas keluar menuju mobil yang menjemput.

Mas Huda yang menjemput sudah siap. Beliau tinggal mengambil mobil dari tempat parkir menuju lokasi kami berdiri. Tidak seberapa lama, mobil datang.

Kami pun segera naik mobil. Sepanjang perjalanan kami berkisah tentang perjuangan berkejaran pesawat sejak berangkat sampai pulang.

Mobil pulang lewat Flyover Djuanda. Bundaran Aloha Sidoarjo dulunya sarang kemacetan. Semenjak ada flyover ini, kemacetan lumayan teratasi.

Begitu turun flyover, saya merasa ada yang janggal. Saya melongok ke belakang. Tas saya saya buka. Benar, ada yang tertinggal. Tas kecil yang biasanya saya pegang berisi handphone dan uang tertinggal. Ya, berarti tertinggal di toilet sebelum keluar bandara.

Tidak ada pilihan. Mobil pun putar balik. Berbagai kemungkinan saya pikirkan dan diskusikan, termasuk bagaimana memblokir nomor handphone seandainya dompet diambil oleh orang yang tidak bertanggungjawab.

Begitu sampai bandara, suasana sudah gelap. Semua gerai tutup. Saya bertanya pada satpam yang terlihat masih berjaga. Dialog singkat menyebutkan bahwa tas saya memang tertinggal di toilet.

Saya pun masuk ke posko. Setelah berbagai pertanyaan dan cek kebenaran barang, maka barang pun diberikan. Serah terima secara administratif pun dilakukan.

Sungguh pengalaman yang sangat berkesan.

 

Tulungagung, 16 Juli 2025

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.